Rabu, 06 Agustus 2008

Rencana Pembangunan Jalan di Desa Katu, Benarkah Ditentang BTNLL?

Ditulis oleh YTM

Rabu, 12 Maret 2008

Sumber : Suara Sulteng


“Bapak sedang rapat beserta kepala bagiannya dan tidak bisa diganggu,” demikian alasan Rahmat, staf Balai Taman Nasional Lore Lindu (BTNLL) ketika dikonfirmasi via telp, Selasa (11/3) rencana pembangunan proyek jalan dan pemukiman di Desa Katu, kabupaten Poso, Sulteng. Benarkah ditentang BTNLL rencana pembangunannya?

Kepala Desa (Kades) Katu, Ali Antoli (49) turut kecewa dengan informasi itu. Karena kehadirannya ke Kantor Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Palu adalah usaha untuk menyukseskan program pembangunan pemukiman di desanya melalui Dinas Sosial Poso tahun anggaran 2008, serta proyek pembangunan jalan melalui Kimpraswil Kabupaten Poso tahun Angaran 2009.

Kedua proyek tersebut terancam gagal karena Kepala BTNLL, tidak mau menemui perwakilan masyarakat Katu bersama Dinas Sosial Kabupaten Poso, senin (10/3) hendak menemui Kepala BTNLL, dengan maksud meyakinkan Kepala Balai Taman Nasional bahwa rencana pembangunan dua proyek tersebut tidak akan menggangu kawasan konservasi di Taman Nasional Lore Lindu.

Sebelumnya, Bupati Poso telah setuju dengan rencana pembangunan proyek yang sangat dibutuhkan To Katu (identifikasi lokal masyarakat Katu,red-). Pertemuan itu sendiri berlangsung (5/3) minggu lalu, beberapa perwakilan masyarakat Katu yang didampingi langsung oleh Yaysan Tanah Merdeka (YTM) Palu, menemui Bupati Poso untuk meyakinkan Bupati Bahwa pelaksanaan dua proyek tidak akan mengganggu konservasi TNLL.

Manajer kampanye dan jaringan YTM Palu, Mahfud Masuara dalam siaran persnya mengingatkan BTNLL yang mungkin lupa, kalau kebijakan Negara saat ini tentang pengelolaan hutan, tidak berpihak lagi pada kepentingan konservasi. Seperti PP No 2 tahun 2008 yang prinsipnya membolehkan investasi pertambangan untuk melakukan kegiatan pertambangan di hutan lindung.

Mahfud menyesalkan sikap BTNLL yang tidak mau menemui perwakilan masyarakat Katu untuk mendiskusikan rencana pembangunan proyek tersebut. Padahal, segala masalah akan bisa diselesaikan dengan membangun komunikasi. Dia menilai kekhawatiran Kepaal BTNLL terkait rencana proyek tersebut akan mengganggu konservasi TNLL terlalu berlebihan, karena masyarakat Katu sejak lama sudah memiliki system konservasi sendiri yang berbasis pada kearifan local.

Bersama masyarakat, YTM meminta kepada Pemerintah daerah Poso untuk segera merealisasikan rencana proyek tersebut, karena desa Katu adalah desa yang memiliki hak yang sama dengan desa-desa lainnya di Kabupaten Poso. Selain itu, rencana proyek tersebut tidak akan mengganggu konservasi di kawasan TNLL. Karena, desa Katu Telah mendapat pengakuan BTNLL sejak tahun 1999 untuk melakukan kegiatan pertanian dan pemukiman diatas lahan seluas 1178 ha, maka kami meminta kepala BTNLL untuk tidak menghalang-halangi pembangunan desa tersebut. “Kalo tidak diindahkan maka terpaksa masyarakat Katu bersikap untuk memperjuangkan pembangunan tersebut dengan menurunkan seluruh masyarakat Katu ke kantor BTNLL” ujar Ali Antoli


Katu yang terisoir

Desa Katu adalah salah satu diantara 8 desa di Kecamatan Lore Tengah kabupaten Poso Propinsi Sulawesi Tengah, dengan jumlah penduduk 87 KK atau 360 jiwa. Terletak pada ketinggian 1.100 meter diatas permukaan laut dan dikelilingi hutan, khusunya taman nasional.

Desa ini relatif terisolir, karena untuk mencapainya harus berjalan kaki atau menggunakan kendaraan roda dua (ojek) dengan biaya Rp 100 ribu, melalui jalan setapak berkelok-kelok sejauh 7 KM dari desa Rompo, desa terdekat yang dapat dijangkau dengan kendaraan roda empat. Waktu tempuh ke desa tersebut antara satu sampai dua jam. Di musim hujan, waktu tempuh lebih panjang karena jalan sangat jelek dan penuh lumpur. Musim hujan tersulit bagi pneduduk untuk melaksanakan perjalan keluar.

Dengan kondisis transportasi seperti ini, maka harga barang menjadi lebih tinggi beberapa kali lipat. Seperti gula misalnya dapat mencapai 8 ribu seperempat kilogramnya sedang minyak taanh seharga 7 ribu. Parahnya kata Ali, ibu yang ingin melahirkan, harus dipikul dengan sarung menuju desa Rompo terus ke desa Doda, pusat pemerintahan kecamatan berjarak 30 kilometer.

Proses Pengakuan Katu

Sejak tahun 1973 wilayah Katu telah ditetapkan sebagai salah satu kawasn konservasi di Indonesia yang dikuatkan dengan UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya, lalu dideklarasikan di Bali Tahun 1991.

Sejak saat itu, masyarakat Katu mulai berurusan dengan soal-soal agraria dan konservasi BTNLL.

Katu punya sejarah tersendiri, sejak kehadiran TNLL tersebut, di tahun 1990-1992 mereka pernah terancam diusir (dipindah paksa dari kampung sendiri) karena keberadaan TNLL. Namun karena persatuan dan kolektivitas yang sangat tinggi diantara sesama warganya, pindah paksa tersebut tidak jadi terlaksana. Bahkan berkat perjuangan yang tetap konsisten tersebut, Katu justru mendapat pengakuan dari BTNLL 1999 di masa kepemimpinan Banjar Yulianto,MM. dalam pengakuan tersebut, salah satu item menyebutkan bahwa, Desa Katu tidak masuk dalam daerah inclav. Juga, dalam lembar pengakuan tersebut, disebutkan, masyarakat Katu bisa mengelola areal seluas 1178 ha, untuk kebutuhan pemukiman dan pertanian.

Pengakuan ini juga didasarkan karena orang Katu bisa meyakinkan berbagai pihak tentang system konservasi menurut kearifan local mereka.

Namun surat pengakuan tersebut tidak cukup menyelesaikan masalah Katu sampai saat ini. Meski masyarakatnya bisa secara bebas bertani, menanam apa saja, baik tanaman jangka pendek, maupun tanaman jangka panjang. Orang Katu tetap tidak bisa menikmati pembangunan sebagaimana layaknya desa-desa lain di Kecamatan Lore Tengah. Padahal desa Katu adalah desa secara administrative diakui keberadaannya jauh sebelum Taman Nasional hadir.